Senin, 09 November 2009

Smart

Terakhir aku mengunjungi sebuah restoran cepat saji, lapar yang tidak mau kompromi ini, membuat aku bergegas dengan bersemangat menghampiri counter, yang antriannya cukup panjang, karena lapar ku tetap antri dengan sopan dan tertib serta berusaha keliatan anggun.

Setelah penantian yang cukup melelahkan, maklumlah karena lapar tadi, akhirnya tiba juga giliran ku. Tanpa basa basi langsung saya bilang paket 1 dengan mantap, walaupun belum ditanya sama pelayannya.

“paket satu”..teriak pelayan lewat sejenis microfon.

“tambah sop pak”..

“tidak” jawab ku.

“tambah kentang nya pak”

“gak Usah” mulai kesal saya...

“beli CD lagunya pak, bagus loh...”

“ gak, gak , gak” mulai kencang suara ku.

Pelayan sepertinya cepat tanggap atau memang tidak ada lagi yang bisa di tawarkan kepada ku, aku pun tidak jelas, tapi aksi tawar-menawar inipun berhenti. Dan pelayan inipun tetap tersenyum kepada ku, walaupun bisa saya katakan lebih cocok disebut senyum “kecut” karena menurut aku senyum itu dipaksakan sekali. Dengan perasaan lapar dan tetap ada jengkel yang mengganjal ku tetap makan makanan yang aku pesan, tapi jujur saja semangat dan napsu makan ku turun mungkin setengahnya. Bayangkan saja tujuan ku adalah makan, tapi ditawarin CD juga, masih untung aku belum di tawari beli perabotan rumah. Positifnya mungkin itu bisa membantu program diet ku kalaupun itu ada, tapi rasanya negativenya lebih banyak. Terutama sekali membuat suasana hati ku tidak nyaman.

Fenomena seperti ini marak terjadi, cobalah kita melihat disekeliling kita, semua hal yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat yang berurusan dengan bisnis, semua pelayannya melakukan hal yang sama, mungkin itu bagus, mungkin juga tidak.
Bisa bagus karena ada yang merasa cocok dan tidak terganggu dan hal ini bisa menambah omset sang pebisnis, tapi bisa juga ada yang seperti ku merasa tidak nyaman, kalau kita amati semua itu berawal dari masukan orang-orang pintar yang memberi ‘solusi” kepada para pebisnis, untuk menambah “income” bisnis mereka dengan melakukan “trik” bisnis yang marak terjadi belakangan ini, dia hari yang lain pernah ada kejadian di mana seorang customer service sebuah bank, dengan semangat sambil menatap saya mengatakan,

“bisa pak Hendry”

“gak masalah pak Hendry”

“ semuanya tergantung dari pak Hendry”

Customer service ini sangat semangat, dan setiap bicara dengan sigap “menyebut” nama ku dengan lantang, Cuma sayangnya nama ku bukan Hendry melainkan Herry, aku berusaha tersenyum walau mungkin kecut hasil senyum ku, tapi aku bisa memaklumi juga karena waktu aku perhatikan seragam customer service tersebut, sepertinya agak berbeda dari yang karyawan lain, mungkin dia adalah customer service magang . Terakhir aku baru tahu, semua tindakan yang para karyawan ini lakukan namanya program “smart”. Yang mana semua karyawan wajib memanggil nama nasabahnya, tersenyum dan melakukan keharusan lainnya.
Cuma patut disayangkan, satu yang sangat kurang adalah ketulusan. Sehingga semua sikap para karyawan tadi kelihatan sekali di buat-buat atau sedikit terpaksa.

Pandangan ku ketulusan dalam melakukan sesuatu perbuatan, baik itu untuk orang lain walaupun untuk diri sendiri, itu sangat mutlak. Sikap yang tulus membuat orang akan tersentuh. Melakukan sesuatu tanpa ketulusan seperti melihat robot yang melakukan suatu pekerjaan. Orang yang tulus, terlihat dari cara memandang, senyum yang mencerahkan dan getaran perasaan yang menentramkan. Ibarat penyanyi yang tidak menjiwai lagunya maka yang terjadi adalah kita hanya mendengarkan nada tanpa mempengaruhi apapun. Tapi seorang penyanyi yang menyanyi dengan perasaan yang tulus membuat sebuah lagi itu menjadi sangat menyentuh, dan kadang kala menggetarkan jiwa kita. itulah hasil sebuah ketulusan.

Aku bukan seorang bos, karena tidak punya bawahan, seandainya aku seorang bos. Yang saya minta dari bawahan ku adalah lakukan sebuah pekerjaan dengan tulus dan jiwai pekerjaan itu seperti seorang penyanyi yang menyanyi dengan penuh perasaan atau seorang penyapu jalan yang melakukan pekerjaannya seperti seorang pelukis ( ini dari peribahasa orang lain). Tanpa harus ku bebani dengan segala macam teory kosong.

Jakarta, 4 Juni 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.