Minggu, 01 Agustus 2010

Langka Tapi Ada

Selama ini, sejujurnya aku tidak pernah memiliki keinginan untuk mengeluarkan uang dari dompetku walau cuma berbentuk kepingan sekalipun untuk para pengemis yang berseliweran dilampu merah walau mereka tetap menunggu di kaca mobilku.
Walau kadang tampang mereka sangat memelas, bagi ku semua itu tidak lebih dari akting murahan yang mereka mainkan dengan latihan seperti teater jalanan, ditambah lagi dengan berbagai berita miring yang bisa dibaca dan dilihat pada televisi. Lengkaplah sudah antipatiku kepada mereka.

Entah karena aku merasa cukup intelek dengan mengetahui bahwa semua sandiwara para gepeng ini, atau karena aku membungkus kepelitanku dengan segala macam alasan seperti itu. Entahlah, bisa juga tidak bisa juga demikian adanya .

Kembali mengenai topik diatas, Disebuah persimpangan lampu merah aku terjebak kemacetan yang cukup parah, jalannya kendaraanku lebih banyak berhenti dari pada bergerak. Kondisi ini mulai membosankan bagiku. Mendengar radio bukan bisa menenangkan perasaanku malah mulai membuat kepalaku pusing. Ku ganti dengan mendengarkan kepingan CD. Tapi suasana hati ini tetap tidak beranjak. Tetap perasaan bosan ini menderaku.

Kondisi ini mulai terasa menyiksa, diantara pikiran yang menggelora. Aku mulai mencari objek lain buat menghilangkan siksa ini. Pandanganku mulai ku arahkan pada sekelilingku. Kalau diperhatikan ternyata ramai juga sekelilingku ini dengan berbagai aktifitas. Dari penjual makanan ringan sampai mainan anak-anak. Para pedagang asongan ini begitu gigih menawarkan dagangannya kepada pengendara. Ada seorang remaja menjual bungkusan kacang dengan cantelan yang tidak begitu banyak. Bungkusan itu mengelantung pada tempat yang didesign demikian rupa. Dalam benakku berapakah jumlah keuntungan yang didapat walau semua itu habis terjual? Dan mengapa aku juga tidak tergerak membelinya? Bukankah mereka telah berusaha seperti yang akan pikirkan?

Pikiran-pikiran ku mulai liar kesana kemari dan mencari jawab, akhirnya ku sadari selama ini aku tidak pernah memperhatikan para pengemis gelandangan ini tidak lebih dari pembenaran diri. Aku terlalu memikirkan perbuatan terbaik, walau tidak pernah berbuat baik pula.

Lalu didepan mataku terlihat seorang nenek-nenek yang sangat rentah menadahkan tangannya. Dengan sedikit gemetar, timbul rasa iba dalam hatiku. Dengan bersemangat aku mencari uang “receh” di selipan mobilku..wah..benar-benar hanya ada hanyalah receh biasanya terselip ribuan juga disana. Merasa seperti seorang dermawan aku merasa tidak pantas cuma memberi receh. Mulailah ku tarik dompetku. Uang senilai lima ribu rupiah aku keluarkan. Saat itu aku merasa seperti seorang dermawan tulen.

Sambil menunggu dengan perasaan yang membesarkan hati ini. Aku mulai berpikir akan membuka kaca ini dengan senyum tulus lembaran uang ini pasti akan ku berikan seperti seseorang yang benar-benar tulus. Entah memikirkan acting ini atau memang mulai tumbuh “bodi citta” dalam hatiku aku merasa senang.

Kaki yang terseok-seok itu. Sampai kepada mobil didepanku, aku melihat nenek ini menunggu cukup lama disana, tapi sepertinya jendela mobil itu tetap tertutup. Sang nenek tetap menggangguk dan berlalu menuju kearah mobil ku, saat yang ku tunggu-tunggu pikirku.

Tapi sesuatu yang tidak masuk akal terjadi. Sang nenek tidak menghampiri jendela yang telah siap aku buka. Tapi, ternyata nenek membelok dan melintas persis di depan mobilku. Menghampiri mobil yang disebelah kiriku, astaga………tak mampu aku berkata-kata. Kalau aku buka kaca kiriku akan terasa aneh, maka uang yang telah aku siapkan ini, dengan berat hati aku simpan kembali. Entah siapa yang tidak beruntung nenek itu atau diriku sendiri.

Ternyata untuk berbuat baik, tidaklah segampang yang aku pikirkan. Itulah pengalaman diriku yang mungkin bisa buat kita pikirkan. Langka tapi ada. Jadi selama masih ada kesempatan silahkan untuk berbuat sesuatu yang kita rasa itu yang terbaik. Janganlah menunggu karena waktu tidak ada yang sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.