Senin, 09 November 2009

Anak


Beberapa waktu yang lalu aku mengunjungi seorang sahabat karib ku. Dirumahnya yang asri dan sangat rapi aku melihat semuanya tersusun dengan sangat baik. Dari teras rumah sampai kedalam rumah semua tertata dengan indah. Kagum ku melihat semua itu. Kalau membayangkan dan membandingkan dengan rumah ku rasanya bagaikan langit dan bumi.

Jujurnya rumah ku sangat berantakan. Dengan anak-anak ku yang masih kecil-kecil, yang paling besar
kelas 3 SD dan yang terkecil adalah 2 tahun. Membuat rumah ku tidak bisa untuk dirapikan , di segala lini rumah ku bagaikan diserang oleh sepasukan tentara perang. Dari depan rumah sampai kamar tidur. Tidak ada tempat yang aman. Dinding adalah tempat ajang kreasi. Lukisan yang tidak jelas nangkring disana. Mungkin seandainya alm. Effendi masih hidup, beliau bisa mengerti makna yang tercoret di dinding  tersebut. Mungkin itu lukisan abstrak, atau mungkin tanpa makna. Aku sendiri pecinta lukisan. Tapi mengenai lukisan anak2 ku ini saya menyerah. Termasuk kursi tidak luput mendapat tanda tangan dari pasukan kecil ku.

Kembali kepada rumah sahabat karib ku ini, dalam hati saya sangat mengaguminya. Begitu tertata rapi dan segala macam perlengkapan rumah tepat pada posisinya. Aku merasa sungguh iri.

Tak berapa lama kemudian muncullah istrinya bersama seorang anaknya yang kira kira seusia anak ku. ku perhatikan anak ini tidak lebih kalem dari anak ku. Sepintas ku lihat anaknya cukup energik dan aktif. Tapi bagaimana bisa dengan anak yang berjiwa tentara seperti anak ku, memiliki rumah yang aman dari serangan?

Tak lama terjawablah semua pertanyaan ku. Rupanya sebagai komandan rumah sang ibu selalu meneriaki anaknya setiap melakukan sebuah gerakan. Anak itu keliatannya tidak bisa banyak bergerak. Satu gerakan berarti menerima satu teriakan, mengagumkan. Sahabat ku ini tetap bisa tenang menikmati pemandangan itu. Sejujurnya saya merasa anak ini di pasung jiwa dan kreatifitasnya, walaupun secara fisiknya dia bebas. Terakhir aku mengetahui kalau nilai sekolahnyapun bermasalah.

Bagi ku pribadi memberlakukan anak, pada usia dini dengan sebagaimana mestinya seharusnya itu sangat diutamakan, seorang anak ketika mulai mengenal kita sebagai orang tua haruslah kita curahkan perhatian kita kepada mereka, harusnya kita sadari setiap kelakuan yang mungkin menjengkelkan kita, semisal membanting dan memegang sesuatu benda, bagi ku sebetulnya anak itu ingin diperhatikan. Ingin mengajak kita bermain, mungkin kita tidak menyadari, bahwa dirumahpun kita selalu berusaha untuk bekerja, minimal mencari kesenangan untuk kita sendiri, semisal menyalurkan hobby kita, baik itu menonton TV tanpa diganggu, membaca buku dengan tenang atau aktifitas lainnya, jadi kalau seoarang anak mengganggu kita yang paling cepat, aman , dan pasti. Teriakan adalah hal yang paling ampuh yang bisa kita lakukan. Dan kalau jurus teriakan ini tidak mempan. (Bisa jadi tidak mempan karena sang anak telah kebal diteriaki). Kita mulai melakukan kegiatan fisik, pukulan adalah jalan tercepat untuk menentramkan pasukan kecil ini.

Tapi dibalik itu, sebetulnya anak yang menjadi tanggung jawab kita, haruslah kita perhatikan, berikan sebuah kenangan terindah dalam hidupnya. Sampai suatu batas dimana mereka akan memiliki kehidupan mereka sendiri. Dan rasanya seorang anak yang menjelang remaja, berbicara dengan kitapun mereka sudah tidak ada waktu lagi, karena sibuk dengan segala kegiatan dan sosialisasi kehidupan mereka.

Memperhatikan seorang anak sewaktu mereka mulai mengerti bahwa kita adalah orang tuanya begitu penting, sebagai orang tua kita akan berhasil bila seorang anak menuruti apa yang kita katakan, bukan karena takut, tapi karena cinta kepada kita. mereka menyadari kalau mereka tidak menuruti apa yang kita katakan mereka akan merasa kehilangan cinta kita, walaupun bukan begitu sebetulnya. Ciptakan suasana supaya anak kita merasa nyaman dan tentram dengan adanya kita di rumah. Bukan sebaliknya.

Pertama aku iri melihat rumah sahabat ku yang rapi, terakhir aku merasa nyaman dengan rumah ku yang porak poranda, biarkanlah rumah ku gak jelas bentuknya asalkan ada rasa cinta dan rasa nyaman disana, dinding bisa ku perbaiki, perabotan bisa diganti, tapi masa indah anak- anak saya, Tidak bisa aku beli. Semoga anak-anak saya merasakan cinta dan kehangatan juga di medan pertempuran ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.